Minggu, 22 Juli 2012

“Gràcies Pep”







Tahun 2008 adalah tahun dimana perkembangan sepakbola dunia seolah naik ke tingkat yang lebih tinggi. Adalah Jose “Pep” Guardiola  sebagai sosok yang paling bertanggung jawab dari makin menariknya permainan si kulit bundar ini lebih menarik untuk di saksikan. Datang ke Barcelona untuk menggantikan Frank Rijkaard yang sudah menanamkan fondasi sepakbola menyerang, Guardiola memoles tim asuhan nya agar lebih berkomitmen dalam memainkan sepakbola dengan pola passing yang cepat nan akurat. Pep seolah membuat paradigma baru bahwa sepakbola modern adalah sepakbola yang membuat bola terus bergerak dengan maksud mengintimidasi tim lawan dengan penguasaan bola. Pep pun di yakini mendapatkan inspirasi dari futsal.


Adalah Marc Carmona yang mengemukakan pendapat tersebut di situs fbbarcelona.blogspot.com. Anda mungkin bertanya siapa itu Marc Carmona sehingga berani mengeluarkan pendapat itu. Marc Carmona adalah pelatih futsal tim Barcelona Alusport yang rupanya memang rutin di ajak berdiskusi oleh Senor Pep. Salah satu kunci kesuksesan di dalam futsal adalah kontinuitas memainkan bola dimana posisi pemain berada dalam jarak yang berdekatan dan membentuk segitiga. Jika hal tersebut berjalan sukses, itu akan berdampak tim menjadi superior, baik saat menyerang atau pun bertahan karena mereka lebih menguasai permainan.


Hal ini terlihat jelas dalam sistem permainan Barcelona. Para pemain Blaugrana seringkali membentuk formasi segitiga yang siap memainkan bola. Bahkan dalam berbagai kesempatan formasi segitiga tersebut malah berbarengan tercipta di lini belakangan, tengah dan depan. Bisa di bilang Barca membagi lapangan menjadi beberapa “mini-game futsal” secara simultan. Formasi segitiga antar pemain ini tercipta secara berdekatan sehingga membuat para pemain Barca lebih mudah mengalihkan bola dari kaki ke kaki dan pola tersebut jelas sulit untuk di matikan lawan. Possession yang sabar dan lama dari Barca tanpa kehilangan bola sampai menemukan celah dan waktu yang tepat untuk menghukum lawan dengan gol ini sangat mirip dengan futsal. Bukan hanya itu, sejumlah permainan Barcelona yang lain juga mempunyai konsep yang serupa dengan futsal. Dari mulai cara melewati lawan dengan gerakan badan yang menipu seperti yang biasa di lakukan Messi, Xavi, Iniesta hingga Busquets, menghentikan bola dengan telapak sepatu seperti yang biasa di pertontonkan Dani Alves dan Pique, sampai meminimalisasi sliding tackle agar posisional pemain tak terganggu.



Tapi Carmona pun berpendapat bahwa apa yang di lakukan Guardiola dan Barcelona dalam beberapa tahun terakhir ini adalah lebih dari sekedar mengopi permainan futsal ke lapangan yang lebih besar dan jumlah pemain yang lebih banyak. Hal ini soal style. “ Barcelona saat ini mungkin adalah satu-satunya tim di dunia yang begitu fasih dan mahir dalam mendasarkan permainan mereka dengan manajemen ruang. Bola seperti terbang. Untuk melakukan hal itu di butuhkan teknik yang benar-benar tinggi dan penempatan pemain yang sempurna.” Ujar Carmona. Manajemen ruang ini juga tergambar jelas dari perubahan cepat yang bisa di lakukan Barca. Saat menguasai bola, mereka membuat lapangan permainan menjadi begitu lebar. Ketika sedang dalam posisi bertahan, Blaugrana bermain rapat dan menyempitkan ruang permainan.


Permainan merek Guardiola ini juga mengaplikasikan sebuah garis lini belakang yang tinggi dan pertahanan yang segera melakukan pressing ketika akhirnya kehilangan bola. Eks bek Manchester United, Gary Neville pun memberikan pujian, “ Barcelona mendefinisikan ulang sepakbola dengan ide baru, cara baru melakukan sesuatu. Level dimana Barcelona segera menutup lawan di garis pertahanan yang tinggi dan belum pernah saya lihat sebelumnya. Mereka memenangi kembali bola dengan kecepatan seperti peluru.” Ujar Neville di kolomnya di The Daily Mail. Neville jelas tak asal bicara, di era dimana ia masih bermain aktif, Neville mungkin belum pernah melawan tim dengan pola seperti Barcelona saat ini. “Sistem Barca yang bermain tanpa penyerang tengah murni membuat Lionel Messi dapat bergerak bebas untuk menemukan lubang terlemah pertahanan tim mana pun.” Tambah Neville lagi.


Ketika akhirnya Pep Guardiola memutuskan mundur dari Barcelona, saya lantas mempertanyakan akan seperti apa Barca bermain nanti di bawah komando Tito Villanova. Apakah tetap dengan cara Pep atau berubah dengan cara Villanova. Dengan cara dan pola apapun Barca nantinya bermain, saya hanya berharap bahwa sepakbola dunia tetap berada di level tinggi dengan memanjakan mata para penikmatnya dengan suguhan permainan yang memukau dan nikmat untuk di saksikan. Tulisan ini pun akan di akhiri dengan sebuah kalimat singkat yang ingin saya dan jutaan penggemar sepakbola katakan kepada Pep Guardiola, “Gràcies Pep”

Minggu, 15 Juli 2012

Drama Transfer Neymar




Ada satu nama yang begitu menjadi topik hangat perbincangan di kalangan penggemar sepakbola Brasil 2 atau 3 tahun belakangan ini. Sosok pesebakbola yang lahir pada 5 Februari 1992 itu bernama lengkap Neymar da Silva Santos Junior atau kita mengenalnya dengan nama Neymar. Striker muda berbakat yang tengah menjadi bintang dalam drama transfer yang melibatkan klub nya Santos FC dengan dua klub raksasa Spanyol, FC Barcelona dan Real Madrid.

Ya, ketiga klub tersebut seolah berada dalam pusaran intrik guna memastikan masa depan Neymar di masa mendatang. Mano Menezes, pelatih timnas Brasil dalam sebuah wawancara nya dengan media Globoesporte beberapa bulan lalu memberi saran kepada bintang muda Brasil tersebut. Dia menganjurkan jika Neymar berambisi menjadi bintang besar di persebakbolaan dunia maka Neymar harus segera bermain di level Eropa. Menurut Menezes, itulah cara paling pas bagi Neymar untuk berkembang dan meningkatkan kemampuan nya. Menezes pun mengapresiasi tindakan Neymar untuk tidak buru-buru meninggalkan Santos untuk bermain di klub Eropa.

Di pihak lain, Muricy Ramalho selaku pelatih Santos tak sependapat dengan Menezes.  Menurut Ramalho, Neymar pun dapat mengembangkan karier professional nya tanpa perlu keluar dari Brasil. Beberapa bulan lalu, Santos sukses menahan Neymar lebih lama dengan penandatanganan kontrak baru yang berdurasi hingga Piala Dunia 2014. Di dalam kontrak itu pun tertera sebuah klausul yang menyebutkan Neymar bisa dan siap di lepas Santos ke klub lain dengan nilai transfer minimal 79 juta dolar AS atau sekitar 726 miliar rupiah. Imbal baliknya, Santos setuju untuk membayar gaji Neymar dengan total 1,5 juta dolar AS atau kira-kira 13,7 miliar rupiah setiap bulan nya. Sebagai catatan, gaji Neymar tersebut adalah gaji pesepakbola tertinggi seantero Brasil.

Beruntung nya, Santos berhasil menggandeng Bank of Brazil guna membiayai transaksi kontrak baru Neymar tersebut. Bank of Brazil yang merupakan bank terbesar di Brasil juga terlibat dalam sebuah kesepakatan komersial Neymar selama di Brasil dan perjanjian ini telah di konfirmasi oleh mantan manajer Neymar, Wagner Ribeiro. Santos FC dan Kementrian Olahraga Brasil berpendapat bahwa Neymar bisa memiliki stabilitas popularitas, uang serta ekonomi jika dia tetap bertahan di Brasil. Klub-klub Liga Premier seperti Chelsea dan Manchester City semula juga ingin merekrutnya, tapi pelan-pelan mereka mulai kehilangan minat karena mahalnya banderol harga untuk seorang pemain yang sama sekali belum berpengalaman di kancah Eropa itu.

Lantas Real Madrid dan Barcelona setuju untuk membayar Santos demi menghindari hukuman FIFA untuk kontrak di bawah tangan dengan pemain dan agen nya. Toh, Neymar akhirnya memutuskan tetap bersama Santos, tapi dia berubah pikiran lagi ketika Santos kalah dari El Barca dalam final FIFA World Cup 2011 di Jepang beberapa bulan lalu.

Kisah Neymar dan Real Madrid di mulai ketika tahun 2005 tatkala Wagner Ribeiro datang ke Spanyol untuk menemui presiden Los Blancos Florentino Perez. Saat itu, Ribeiro merupakan agen dari Neymar serta Robinho dan ia ingin Madrid mengontrak kedua pemain nya itu. Perez setuju mengontrak Robinho, tapi tak dapat merekrut Neymar karena melibatkan birokrasi. Waktu berlalu dan Neymar pun mulai memperlihatkan permainan menjanjikan sehingga Real Madrid pun berminat.  Perez lalu menghubungi Ribeiro untuk membahas soal perekrutan Neymar. Ribeiro kala itu justru meminta bantuan Perez karena saat itu Ribeiro sedang terlilit masalah keuangan. Perez pun bersedia meminjamkan sejumlah uang kepada Ribeiro. Presiden Real Madrid itu lantas menyatakan bahwa hutang Ribeiro itu akan di hapus jika ia membantu memuluskan niat Los Blancos untuk memboyong Neymar. Bahkan, Perez juga menawarkan untuk membayar klausul pelepasan Neymar dari Santos sehingga Neymar bisa mendarat di Bernabeu. So, saat itu Ribeiro menjadi manajer pemain yang cenderung berpihak kepada Real Madrid. Dan mereka pun secara resmi mengajukan penawaran ke Santos.

Sayang, proposal Perez dan Ribeiro di tolak pihak Santos dengan alasasn ingin memakai jasa Neymar hingga 2013 guna merayakan hari ulang tahun Santos yang ke 100 tahun. Alasan lain adalah, Santos ingin Neymar memperkuat skuad di FIFA World Cup 2011. Perez yang tak biasa dengan penolakan pun merasa berang dan menginginkan sebuah pertemuan khusus dengan semua pihak yang berkepantingan di Brasil via telekonferensi. Dalam pertemuan itu, di hadiri perwakilan Santos, perwakilan Real Madrid serta Perez yang memantau dari Spanyol. Ayah Neymar, Neymar da Silva Senior juga hadir dalam telekonferensi itu untuk mewakili anak nya. Sang ayah saat itu mengungkapkan beberapa keraguan anaknya terhadap Real Madrid. Perez menanggapi pernyataan ayah Neymar tersebut dengan hinaan bahwa dia tak tahu diri berhadapan dengan Real Madrid.  Perez dengan marah menyatakan bahwa Los Merengues tidak dapat menjamin Neymar akan mendapat posisi inti di Santiago Bernabeu.

Pernyataan keras Perez terebut sekaligus menjadi tanda berakhirnya segala kemungkinan proses transfer Neymar ke Real Madrid. Ribeiro pun di pecat  sebagai manajer berkaitan dengan pengalaman buruk sang striker muda dengan Los Blancos. Usai deal antara Real Madrid dan Neymar berantakan, FC Barcelona pun turun gelanggang setelah melihat peluang Real Madrid pupus. Presiden Blaugrana, Sandro Rosell secara khusus terbang ke Brasil untuk berbicara dengan Neymar dan ayah nya. Rosell memuji tinggi skill dan permainan Neymar sekaligus mengangkat citra Barcelona sebagai klub yang tepat untuk kelanjutan masa depan nya.

Neymar memang terus bermain untuk Santos  tapi dia pun mulai memikirkan masa depan nya setelah selesai musim 2011-2012 ini. Tampaknya El Barca mendapat tempat di hati nya, bahkan secara implisit Neymar pernah melontarkan pujian khusus yang di alamatkan untuk Lionel Messi. Dalam wawancara nya dengan El Mundo Deportivo, Neymar mengaku telah menerima saran dari seniornya yaitu Ronaldinho agar memilih Barcelona sebagai klub yang tepat untuk karier diri nya. Sejauh ini, rumor hengkang nya Neymar baru akan terjadi pada 2013. Belum ada pembicaraan resmi antara Santos dengan Barca maupun klub lain nya. Santos sekarang tinggal menunggu klub mana yang bersedia mengucurkan dana besar sebagai konsekuensi klausul pembelian yang tertuang dalam kontrak Neymar.

Menarik di tunggu kemana Neymar akhirnya akan berlabuh. Saya pribadi pun sependapat dengan Mano Menezes yang menyarankan Neymar segera hijrah ke Eropa. Bagaimanapun juga Neymar harus berani keluar dari comfort zone nya di Liga Brasil untuk kemudian berkembang menjadi pesepakbola terbaik di dunia seperti impian nya.

Jumat, 13 Juli 2012

Sebatas Penonton





Ketika Piala Eropa yang bergulir mulai 8 Juni lalu akhirnya selesai dan memunculkan Spanyol sebagai juara, di saat yang sama di negara ini dua kompetisi dengan masing-masing klaim sebagai liga dengan kasta tertinggi tetap berjalan dan bahkan mulai memasuki fase-fase krusial jelang berakhirnya kompetisi. Tim-tim di Liga Super Indonesia dan Liga Primer Indonesia tetap memiliki kewajiban untuk bertanding meski di belahan Eropa sana sedang ada gelaran akbar yang juga sayang untuk di lewatkan. Tepatkah kedua kompetisi tersebut tetap berjalan…???

Tanpa berpikir keras untuk mencari jawaban nya, jawaban saya atas pertanyaan itu adalah : tepat dan tidak ada yang salah dengan hal tersebut. Kita adalah Indonesia dan sebagai negara yang merdeka, kita berhak mengatur jadwal sepakbola sesuai dengan kondisi di negara ini.  Piala Eropa adalah pestanya mereka yang di sana. Namun, bukan berarti penggemar si kulit bundar di belahan benua lain tidak boleh menikmati nya. Bagaimanapun juga Piala Eropa edisi tahun ini mesti kita ikuti karena merupakan sebuah tontonan bermutu dan kita bisa belajar banyak dari apa yang kita saksikan lewat layar kaca. Hanya saja, alangkah baiknya jika kita tidak menjadi berlebihan seolah olah Indonesia menjadi salah satu peserta dari putan final Piala Eropa tersebut.

Sudah menjadi tradisi dan bukan lagi rahasia umum jika event Piala Eropa lalu membuat banyak penggila bola di negara ini rela begadang sampai pagi demi meyaksikan pertandingan dan mendukung negara dari salah satu peserta. Nyaris di berbagai tempat di adakan acara nonton bareng yang memunculkan animo tinggi dari masyarakat seolah olah mereka lahir dan besar di negara peserta yang mereka dukung. Anda memang punya hak sepenuhnya untuk melakukan hal itu, tapi jangan pernah sekalipun anda melupakan klub lokal tempat anda di lahirkan, di besarkan atau yang memiliki ikatan dengan asal usul anda.

Tiap kali mulai memperbincangkan soal sepakbola negeri sendiri, akan ada banyak orang yang langsung berkata, “sepakbola Indonesia? Males banget… capek deh…pengurusnya ribut terus, pemain nya sering berantem, suporter nya hobby ngerusuh dan seterusnya…”. Apapun itu, memang seperti itulah kondisi sepakbola di negeri ini. Dan jangan lupakan sebuah teori yang berbunyi “ sepakbola adalah refleksi dari sebuah bangsa.” Namun, masa kita jadi tega untuk melupakan dari mana kita berasal dan dimana kita berpijak?

Sejak awal tahun 1990-an Liga Serie A Italia mulai menyapa mata para penggila sepakbola di negeri ini melalui tayangan pertandingan tiap pekan nya bahkan hingga saat ini. Setiap pekan nya, stasiun-stasiun televisi di Indonesia selalu menayangkan secara langsung pertandingan-pertandingan di liga-liga utama Eropa. Hal itu pun berlaku juga setiap dua tahun, ketika ada turnamen besar yaitu Piala Dunia dan Piala Eropa. Saat di mulai nya era siaran langsung tersebut, muncul juga kata-kata bahwa, “ kita bisa belajar banyak dari pertandingan-pertandingan kelas dunia di layar kaca.” Namun, setelah lima gelaran Piala Dunia dan lima gelaran Piala Eropa dan ratusan bahkan mungkin ribuan pertandingan-pertandingan liga-liga Eropa di tayangkan secara langsung, sepakbola Indonesia masih begini-begini saja, jalan di tempat. Jika anda berpikir jalan mundur, saya pun sangat memahami pendapat tersebut.

Selama belasan tahun tampaknya kita tenggelam dengan keasyikan menonton siaran-siaran langsung tersebut. Jika kita lihat dari kacamata bisnis, sudah puluhan triliun rupiah yang masuk ke kantong orang-orang di barat sana untuk membayar hak siar pertandingan semusim yang tentu tidaklah murah. Bayangkan, dengan jumlah uang sebanyak itu sudah berapa lapangan sepakbola berkualitas yang bisa di bangun di setiap kelurahan atau desa di Indonesia atau di setiap sekolah dasar hingga sekolah menengah tingkat atas di negeri ini. Bayangkan pula sudah berapa akademi sepakbola bermutu yang bisa di bentuk di setiap kota di Indonesia dengan menggunakan dana tersebut?

Namun, selalu lebih mudah untuk berbicara dan menulis daripada melaksanakan nya. Dan lagi-lagi kita tentu tidak ingin melewatkan begitu saja kesempatan menyaksikan tayangan-tayangan langsung sepakbola dari Eropa atau Amerika Selatan.  Kita masih sebatas penonton, sepakbola di negeri ini pun belum bisa di katakan layak untuk masyarakat sepakbola dunia tonton.  Entah sampai kapan… 

Rabu, 11 Juli 2012

Rivalitas Lintas Generasi


26 Mei 2012 lalu, di  Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta, yang kala itu di padati oleh ratusan bahkan ribuan Interisti, mata saya tertuju pada satu spanduk yang cukup besar yang di bawa oleh salah satu Interisti. Spanduk tersebut bertuliskan, “ Thanks GOD, I’am not Milanisti.” Kalimat yang tertulis di spanduk itu sangat tajam dan seolah menegaskan bahwa Interisti memang sangat anti terhadap Milanisti yang notabene nya adalah saudara tua dan rival sekota. Karena tulisan di spanduk itu pula saya jadi ingin sedikit menceritakan hal-hal yang seolah membuat perseteruan antara Interisti dan Milanisti menjadi sah dan mengakar dari berbagai generasi.



SEJARAH TIFOSI
Milan pada awalnya, mayoritas pendukung nya berasal dari penduduk kota kelas pekerja yang mencari nafkah sebagai buruh kasar. Mereka biasanya datang dari Italia Selatan. Sementara di sisi Inter, mayoritas tifosi nya  berasal dari masyarakat Milano yang cenderung berada, tipikal menengah-atas. Kondisi ini sebenarnya sudah tidak lagi menjadi signifikan di masa kini, tapi persepsi tersebut masih terus terpelihara.

 

HALUAN POLITIK
Sebelum kedatangan Silvio Berlusconi, media Italia melabeli Ultras Milan berhaluan politik sayap kiri yang biasanya di kaitkan dengan aliran sosialis. Sementara itu, tifosi Inter di anggap berhaluan sayap kanan yang biasanya di hubungkan dengan konservatisme atau liberalisme.



CURVA SUD VS CURVA NORD
Curva dalam sepakbola Italia adalah sebutan untuk tribun penonton yang berbentuk melengkung tepat di belakang gawang. Curva memainkan peran integral dalam kultur Ultras alias suporter Die Hard atau di kenal dengan sebutan Garis Keras. Ultras Milan menduduki Curva Sud Stadion San Siro, sedangkan Ultras Inter adalah pemilik Curva Nord di Stadion Giuseppe Meazza. Kondisi ini jelas menempatkan Ultras Milan dan Ultras Inter selalu berseberangan dan dalam posisi yang bertentangan.



GIANNI RIVERA VS SANDRO MAZZOLA
Di era 1960-an, Milan dan Inter sama-sama di perkuat oleh anak emas sepakbola Italia. Gianni Rivera dan Sandro Mazzola. Di setiap partai derby berlangsung ketat. Sisi negatifnya terlihat di Timnas Italia. Rivera dan Mazzola sangat jarang di mainkan bersama. Mereka biasanya malah saling menggantikan. Di final Piala Dunia 1970 saat menghadapi Brazil, Rivera tidak di mainkan sejak awal. Italia kalah 1-4 dan pelatih Italia saat itu Ferruccio Valcareggi di anggap melakukan suatu kesalahan karena lebih mengedepankan Mazzola.



TRIO BELANDA VS TRIO JERMAN

Pada era 1980-an dan 1990-an, panasnya persaingan Milan dan Inter terwakili oleh kebiasaan mereka menjadi bayangan dari sang rival. Ketika Milan sukses dengan trio Belanda nya ( Van Basten, Gullit dan Rijkaard ) Inter pun memiliki trio maut yang berasal dari Jerman, ( Klinsmann, Mattheus, dan Brehme ).


BRAZIL VS ARGENTINA
Ketika memasuki millennium, Milan di kenal gemar mengumpulkan pemain dari negeri samba Brazil seperti  Dida, Kaka, Cafu, Serginho, Roque Junior, dan Rivaldo. Sedangkan Inter pun tak mau kalah dengan memiliki pasukan Argentina nya sepert  Almeyda, Crespo, Zanetti, Kily Gonzalez dan Juan Veron. Milan vs Inter seolah mewakili duel dua negara yang di anggap eksportir pemain-pemain hebat. Sisa-sisa dua poros tersebut bahkan masih terlihat hingga kini.


 
BERLUSCONI VS MORATTI
Silvio Berlusconi tipikal pribadi yang anti perubahan, sedangkan Massimo Moratti adalah pribadi yang mendukung perubahan. Itulah aroma persaingan pemimpin tertinggi antara Milan vs Inter. Rivalitas tak hanya terjadi di arena sepakbola karena sudah sampai ke ranah politik. Milan Berlusconi senang bertahan dengan sejumlah pemain veteran. Sedangkan Inter di bawah Moratti sejak awal kepemimpinan nya terus mengalami perubahan. Di politik, Berlusconi adalah simbol status quo dengan ngotot menjadi Perdana Menteri Italia dalam rentang waktu 1994-1995, 2001-2006 dan 2008-2011. Kondisi tersebut jelas di tentang Moratti, yang bahkan rela melawan saudara iparnya sendiri, Letizia dengan mendukung Giuliano Pisapia untuk menjadi Walikota Milano menggantikan Letizia pada 2011 lalu.



SPONSOR KLUB
Milan dan Inter tidak pernah memakai kit sponsor yang sama. Antara 1981-1998, Linea Milan, NR, Rolly Go, Gianni Rivera, Kappa, Adidas dan Lotto yang menghiasi baju Milan. Di rentang waktu yang sama, Inter memakai Puma, Mecsport, Le Qoc Sportif, Uhlsport serta Umbro. Dan sejak 1998, kedua tim di dukung dua perusahaan yang juga berseteru di dunia bisnis. Milan oleh Adidas yang merupakan peringkat satu Eropa, sementara Inter oleh Nike yang merupakan peringkat satu dunia.