Seorang pria dengan celana sporty
selutut berjalan santai seraya menenteng
secangkir cappuccino hangat ala Italia yang mungkin sama melegenda nya dengan
nama pria itu. Ia kemudian mengambil posisi duduk menyandarkan bahu di iringi
desis angin pagi Pegunungan Alpen yang berhembus seusai melewati hutan pinus
dekat lokasi latihan yang berjarak sekitar 30 km dari pusat kota Milan itu.
Cangkir yang tadi ia bawa kini ia letakkan di sebuah meja kecil di hadapan nya
mempersilahkan pasukan asap dari cappuccino favoritnya terbawa hembusan angin
yang masih saja ia rasa sejuk sejak pertama kali ia tiba di tempat itu belasan
tahun lalu. Dulu ia sering menghabiskan waktu pagi seperti ini bersama
rekan-rekan nya dari berbagai negara. Ia teringat seorang pria plontos rekannya
asal Kamerun yang terkenal dengan ketajaman nya di kotak penalty lawan. Ia juga
teringat rekan nya asal Brazil yang kini terdampar di jurang klasemen dengan
tim barunya yang berlokasi di London.
Dan ia masih saja tak bisa melunturkan ingatan akan kerjasama berbuah treble
dengan pria eksentrik asal Portugal yang memang spesial.
Sebelum menyambar harian pagi yang
tergeletak di atas meja, ia tersenyum kecil mengingat apa yang baru terjadi di
akhir pekan kemarin. Rasa haru dan bangga hadir berbarengan ketika ia mengingat
bagaimana seorang rekan nya yang baru di datangkan pada Januari kemarin menjadi
penyelamat lewat tandukan nya di pertengahan babak kedua. Pemain baru dengan
rambut gondrong nya itu melakukan tugasnya sebagai pemain pengganti dengan
sangat baik. Ia mungkin agak sedikit menyesal ketika rekan barunya itu
melakukan selebrasi usai mencetak gol dan ia tak ikut serta mengerubungi nya
seperti rekan nya yang lain. Ia lebih memilih berlari dengan gagah menuju bench
di akhiri dengan pelukan hangat kepada pelatih yang belakangan ini mulai
mendapat kritikan atas rentetan hasil kurang memuaskan di laga-laga sebelumnya.
Hasil tandukan rekan barunya itu mungkin tak lantas memberi poin tiga yang di
rencanakan, tapi ia pun segera sadar bahwa hasil imbang yang di dapat pada
akhir pekan kemarin adalah hasil yang cukup untuk mentahbiskan bahwa ia dan tim
nya tidak kalah dari rival sekota pada musim ini.
Sejak 1995, sudah puluhan bahkan
ratusan rekan nya dari berbagai negara dan bermacam posisi datang dan pergi.
2010 lalu di mana tim nya memasuki era keemasan di abad millennium ia di
kelilingi pemain-pemain tangguh multi negara di dampingi pelatih kelas wahid
yang mampu mewujudkan impian presiden klub dan semua orang yang mencintai klub
tersebut. Kini, tak ada lagi pria kidal asal Brazil yang menjadi tembok
terakhir tim nya ketika di serang lawan. Tak ada lagi pengatur serangan cerdas
asal Belanda. Dan tak ada lagi ujung tombak hitam legam asal Kamerun yang gemar
mengoyak jala lawan. Namun itu semua tak pernah membuatnya sedih atau ingin
pergi. Ia tetap bertahan dan belum memutuskan berhenti sambil terus membangun
kerjasama dengan semua rekan barunya yang juga berkualitas dan pantas ada di
klub tersebut. Akhir pekan kemarin, ia punya pria yang juga sangat tangguh di
bawah mistar dengan menggagalkan 2 peluang bersih dari pemain lawan yang punya
julukan “Super”. Ia pun kini punya rekan di lini tengah yang begitu kuat nan
agresif sehingga di juluki Panther. Ujung tombak di tim nya kini juga di huni
pemain haus gol dari rekan se negaranya Argentina di topang pemain lokal Italia
yang kerap menghadirkan umpan-umpan spesial nan akurat.
Memang pada kenyataan nya di harian
pagi yang sejak tadi tergelatak dan kini mulai ia buka, terpampang jelas bahwa ia dan timnya tak lagi ada di posisi pertama
klasemen liga. Ia dan tim nya kini ada di posisi yang cukup jauh dari posisi
nyaman yang dulu kerap ia rasakan dengan rekan-rekan nya yang lain di 2010
lalu. Harian pagi yang baru sebentar saja ia buka, kini ia tutup dan letakkan
lagi di atas meja kecil bersanding dengan cappuccino nya yang mulai mendingin.
Sejenak ia menyambar cangkir dan menyeruput cappuccino favoritnya. Cappucino
nya mungkin hampir habis dan pasti akan di habiskan nya, namun semangat dan
kepercayaan nya kepada semua rekan setimnya kini tidak akan pernah habis. Ia
akan terus percaya kepada SH1 di bawah mistar, ia akan terus percaya kepada bek
kidal bernomor 40, ia akan terus percaya kepada si no 55 asal Asia, ia akan
terus percaya kepada si gondrong bernomor 7, ia akan terus percaya pada wonder
kid Eropa Timur yang mewarisi no legendaris 10 dan ia akan terus percaya bahwa
klub yang memberikan no 4 dan ban kapten kepadanya akan kembali berjaya dengan
materi pemain yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar