Jumat, 13 Juli 2012

Sebatas Penonton





Ketika Piala Eropa yang bergulir mulai 8 Juni lalu akhirnya selesai dan memunculkan Spanyol sebagai juara, di saat yang sama di negara ini dua kompetisi dengan masing-masing klaim sebagai liga dengan kasta tertinggi tetap berjalan dan bahkan mulai memasuki fase-fase krusial jelang berakhirnya kompetisi. Tim-tim di Liga Super Indonesia dan Liga Primer Indonesia tetap memiliki kewajiban untuk bertanding meski di belahan Eropa sana sedang ada gelaran akbar yang juga sayang untuk di lewatkan. Tepatkah kedua kompetisi tersebut tetap berjalan…???

Tanpa berpikir keras untuk mencari jawaban nya, jawaban saya atas pertanyaan itu adalah : tepat dan tidak ada yang salah dengan hal tersebut. Kita adalah Indonesia dan sebagai negara yang merdeka, kita berhak mengatur jadwal sepakbola sesuai dengan kondisi di negara ini.  Piala Eropa adalah pestanya mereka yang di sana. Namun, bukan berarti penggemar si kulit bundar di belahan benua lain tidak boleh menikmati nya. Bagaimanapun juga Piala Eropa edisi tahun ini mesti kita ikuti karena merupakan sebuah tontonan bermutu dan kita bisa belajar banyak dari apa yang kita saksikan lewat layar kaca. Hanya saja, alangkah baiknya jika kita tidak menjadi berlebihan seolah olah Indonesia menjadi salah satu peserta dari putan final Piala Eropa tersebut.

Sudah menjadi tradisi dan bukan lagi rahasia umum jika event Piala Eropa lalu membuat banyak penggila bola di negara ini rela begadang sampai pagi demi meyaksikan pertandingan dan mendukung negara dari salah satu peserta. Nyaris di berbagai tempat di adakan acara nonton bareng yang memunculkan animo tinggi dari masyarakat seolah olah mereka lahir dan besar di negara peserta yang mereka dukung. Anda memang punya hak sepenuhnya untuk melakukan hal itu, tapi jangan pernah sekalipun anda melupakan klub lokal tempat anda di lahirkan, di besarkan atau yang memiliki ikatan dengan asal usul anda.

Tiap kali mulai memperbincangkan soal sepakbola negeri sendiri, akan ada banyak orang yang langsung berkata, “sepakbola Indonesia? Males banget… capek deh…pengurusnya ribut terus, pemain nya sering berantem, suporter nya hobby ngerusuh dan seterusnya…”. Apapun itu, memang seperti itulah kondisi sepakbola di negeri ini. Dan jangan lupakan sebuah teori yang berbunyi “ sepakbola adalah refleksi dari sebuah bangsa.” Namun, masa kita jadi tega untuk melupakan dari mana kita berasal dan dimana kita berpijak?

Sejak awal tahun 1990-an Liga Serie A Italia mulai menyapa mata para penggila sepakbola di negeri ini melalui tayangan pertandingan tiap pekan nya bahkan hingga saat ini. Setiap pekan nya, stasiun-stasiun televisi di Indonesia selalu menayangkan secara langsung pertandingan-pertandingan di liga-liga utama Eropa. Hal itu pun berlaku juga setiap dua tahun, ketika ada turnamen besar yaitu Piala Dunia dan Piala Eropa. Saat di mulai nya era siaran langsung tersebut, muncul juga kata-kata bahwa, “ kita bisa belajar banyak dari pertandingan-pertandingan kelas dunia di layar kaca.” Namun, setelah lima gelaran Piala Dunia dan lima gelaran Piala Eropa dan ratusan bahkan mungkin ribuan pertandingan-pertandingan liga-liga Eropa di tayangkan secara langsung, sepakbola Indonesia masih begini-begini saja, jalan di tempat. Jika anda berpikir jalan mundur, saya pun sangat memahami pendapat tersebut.

Selama belasan tahun tampaknya kita tenggelam dengan keasyikan menonton siaran-siaran langsung tersebut. Jika kita lihat dari kacamata bisnis, sudah puluhan triliun rupiah yang masuk ke kantong orang-orang di barat sana untuk membayar hak siar pertandingan semusim yang tentu tidaklah murah. Bayangkan, dengan jumlah uang sebanyak itu sudah berapa lapangan sepakbola berkualitas yang bisa di bangun di setiap kelurahan atau desa di Indonesia atau di setiap sekolah dasar hingga sekolah menengah tingkat atas di negeri ini. Bayangkan pula sudah berapa akademi sepakbola bermutu yang bisa di bentuk di setiap kota di Indonesia dengan menggunakan dana tersebut?

Namun, selalu lebih mudah untuk berbicara dan menulis daripada melaksanakan nya. Dan lagi-lagi kita tentu tidak ingin melewatkan begitu saja kesempatan menyaksikan tayangan-tayangan langsung sepakbola dari Eropa atau Amerika Selatan.  Kita masih sebatas penonton, sepakbola di negeri ini pun belum bisa di katakan layak untuk masyarakat sepakbola dunia tonton.  Entah sampai kapan… 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar