Ketika
Piala Eropa yang bergulir mulai 8 Juni lalu akhirnya selesai dan memunculkan
Spanyol sebagai juara, di saat yang sama di negara ini dua kompetisi dengan
masing-masing klaim sebagai liga dengan kasta tertinggi tetap berjalan dan
bahkan mulai memasuki fase-fase krusial jelang berakhirnya kompetisi. Tim-tim
di Liga Super Indonesia dan Liga Primer Indonesia tetap memiliki kewajiban
untuk bertanding meski di belahan Eropa sana sedang ada gelaran akbar yang juga
sayang untuk di lewatkan. Tepatkah kedua kompetisi tersebut tetap berjalan…???
Tanpa
berpikir keras untuk mencari jawaban nya, jawaban saya atas pertanyaan itu
adalah : tepat dan tidak ada yang salah dengan hal tersebut. Kita adalah
Indonesia dan sebagai negara yang merdeka, kita berhak mengatur jadwal
sepakbola sesuai dengan kondisi di negara ini.
Piala Eropa adalah pestanya mereka yang di sana. Namun, bukan berarti
penggemar si kulit bundar di belahan benua lain tidak boleh menikmati nya.
Bagaimanapun juga Piala Eropa edisi tahun ini mesti kita ikuti karena merupakan
sebuah tontonan bermutu dan kita bisa belajar banyak dari apa yang kita
saksikan lewat layar kaca. Hanya saja, alangkah baiknya jika kita tidak menjadi
berlebihan seolah olah Indonesia menjadi salah satu peserta dari putan final
Piala Eropa tersebut.
Sudah
menjadi tradisi dan bukan lagi rahasia umum jika event Piala Eropa lalu membuat
banyak penggila bola di negara ini rela begadang sampai pagi demi meyaksikan
pertandingan dan mendukung negara dari salah satu peserta. Nyaris di berbagai
tempat di adakan acara nonton bareng yang memunculkan animo tinggi dari
masyarakat seolah olah mereka lahir dan besar di negara peserta yang mereka
dukung. Anda memang punya hak sepenuhnya untuk melakukan hal itu, tapi jangan
pernah sekalipun anda melupakan klub lokal tempat anda di lahirkan, di besarkan
atau yang memiliki ikatan dengan asal usul anda.
Tiap
kali mulai memperbincangkan soal sepakbola negeri sendiri, akan ada banyak
orang yang langsung berkata, “sepakbola Indonesia? Males banget… capek
deh…pengurusnya ribut terus, pemain nya sering berantem, suporter nya hobby
ngerusuh dan seterusnya…”. Apapun itu, memang seperti itulah kondisi sepakbola
di negeri ini. Dan jangan lupakan sebuah teori yang berbunyi “ sepakbola adalah
refleksi dari sebuah bangsa.” Namun, masa kita jadi tega untuk melupakan dari
mana kita berasal dan dimana kita berpijak?
Sejak
awal tahun 1990-an Liga Serie A Italia mulai menyapa mata para penggila
sepakbola di negeri ini melalui tayangan pertandingan tiap pekan nya bahkan
hingga saat ini. Setiap pekan nya, stasiun-stasiun televisi di Indonesia selalu
menayangkan secara langsung pertandingan-pertandingan di liga-liga utama Eropa.
Hal itu pun berlaku juga setiap dua tahun, ketika ada turnamen besar yaitu
Piala Dunia dan Piala Eropa. Saat di mulai nya era siaran langsung tersebut,
muncul juga kata-kata bahwa, “ kita bisa belajar banyak dari
pertandingan-pertandingan kelas dunia di layar kaca.” Namun, setelah lima
gelaran Piala Dunia dan lima gelaran Piala Eropa dan ratusan bahkan mungkin
ribuan pertandingan-pertandingan liga-liga Eropa di tayangkan secara langsung,
sepakbola Indonesia masih begini-begini saja, jalan di tempat. Jika anda
berpikir jalan mundur, saya pun sangat memahami pendapat tersebut.
Selama
belasan tahun tampaknya kita tenggelam dengan keasyikan menonton siaran-siaran
langsung tersebut. Jika kita lihat dari kacamata bisnis, sudah puluhan triliun
rupiah yang masuk ke kantong orang-orang di barat sana untuk membayar hak siar
pertandingan semusim yang tentu tidaklah murah. Bayangkan, dengan jumlah uang
sebanyak itu sudah berapa lapangan sepakbola berkualitas yang bisa di bangun di
setiap kelurahan atau desa di Indonesia atau di setiap sekolah dasar hingga
sekolah menengah tingkat atas di negeri ini. Bayangkan pula sudah berapa
akademi sepakbola bermutu yang bisa di bentuk di setiap kota di Indonesia
dengan menggunakan dana tersebut?
Namun,
selalu lebih mudah untuk berbicara dan menulis daripada melaksanakan nya. Dan
lagi-lagi kita tentu tidak ingin melewatkan begitu saja kesempatan menyaksikan
tayangan-tayangan langsung sepakbola dari Eropa atau Amerika Selatan. Kita masih sebatas penonton, sepakbola di
negeri ini pun belum bisa di katakan layak untuk masyarakat sepakbola dunia
tonton. Entah sampai kapan…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar