Minggu, 15 Januari 2012

Euforia Ini Juga Karena Riedl

Ada sebuah fenomena baru di Indonesia yang mulai bergelora di akhir 2010 lalu. Tiba-tiba hampir di semua tempat di seluruh Indonesia bisa di temui banyaknya masyarakat yang memakai kaos tim nasional Indonesia. Kaos berwarna merah yang dengan mudahnya bisa di temui dan di beli di seluruh toko olahraga maupun pusat perbelanaan hingga pedagang kaki lima. Itu semua tak lepas dari penampilan tim nasional Indonesia di ajang AFF Cup yang kebetulan di gelar di Jakarta. Penampilan yang menurut orang banyak lebih menjanjikan dari tahun-tahun sebelumnya. Dan sejak partai kedua kala itu ketika Indonesia mampu berpesta gol ke gawang Laos, masyarakat seperti mendapat gairah baru untuk berduyun-duyun datang langsung dan menonton ke GBK.



Semua kalangan secara spontan menjadi begitu menggilai sepakbola. Tak peduli artis,politisi,pria segala usia hingga wanita pun rela untuk menyempatkan waktu dan tenaga untuk mendukung tim nasional saat berlaga. Menonton timnas bertanding kala itu menjadi hobby baru mengalahkan banyaknya pilihan hiburan yang tersedia di Jakarta. Walaupun untuk mendapatkan tiket bukanlah perkara mudah,tetap saja stadion terisi penuh. Bahkan dari laporan panpel saat itu jumlah penonton yg masuk melebihi jumlah tiket yang di cetak.
Jika mau di runut, apa yang membuat gairah sepakbola kembali bangkit tak lain adalah dari permainan timnas itu sendiri. Di tambah lagi kehadiran muka-muka baru dan pemain naturalisasi semakin menjadi daya tarik. Di balik kecemerlangan permainan timnas kala itu tak lain adalah kehadiran sesosok pelatih “bertangan dingin” bernama Alfred Riedl. Pelatih berkebangsaan Austria yang mampu mengeluarkan semua bakat yang di miliki pemain Indonesia. Riedl kala itu seolah mendobrak pakem yang ada selama ini, timnas di matangkan dengan formasi sepakbola modern yaitu 4-3-3 dengan kombinasi para gelandang yang mau bekerja keras. Ia memainkan pemain yang berjiwa petarung,pemain yang mau bermain dengan semangat kebangsaan. Ia dengan tegas dan berani mencoret pemain yang menurutnya tak membawa dampak positif bagi tim sekalipun pemain itu bertalenta seperti Boas Salossa. Semua orang sempat kaget dan sedikit kecewa dengan keputusan itu,bagaimana mungkin pemain terbaik di kompetisi lokal yang juga berpredikat pencetak gol terbanyak tak di sertakan di tim nasional…??? Riedl bergeming dan tetap pada pendirian nya. Di mata Riedl, untuk apa pemain berbakat jika tak disiplin…??? Riedl ingin ketika pemain di panggil tim nasional pemain itu melepaskan status kebintangan nya di klub, dan Boas belum siap melepas status kebintangan nya sehingga merasa di butuhkan meski itu melanggar aturan yang Riedl tetapkan.



Meski di terpa banyak kritikan dan rasa ketidakpercayaan dari masyarakat, Riedl tetap tegar dan berkonsentrasi mempersiapkan tim baik secara teknis maupun non teknis. Partai pertama pun tergelar melawan Malaysia. Karena bermain di Jakarta, Indonesia di unggulkan untuk menang. Harapan itu pun terwujud meski sempat tertinggal terlebih dahulu akhirnya Indonesia menang dengan skor 5-1…!!! Setelah partai pertama yang begitu menjanjikan, semua kritikan terhadap Riedl berubah menjadi pujian. Ia di nilai mampu mengkombinasikan pemain senior dengan muka-muka baru seperti El Locco Gonzales, Okto Maniani, M.Nasuha hingga Irfan Bachdim. Dari partai pertama itupun kita bisa melihat bagaimana semangat tim Indonesia untuk menang. Sempat tertinggal, Indonesia mampu keluar dari tekanan sebagai tuan rumah dan berbalik unggul dengan telak.  Riedl pun tak ragu membangku cadangkan “ikon” Persija dan Timnas yaitu Bambang Pamungkas yang kala itu di nilai telah menurun kualitasnya,meski pada akhirnya Riedl punya maksud lain dengan tetap menyertakan Bambang. Riedl tahu BP lah yang paling senior dan Riedl butuh sosok seperti itu untuk menjadi kepanjangan nya saat di lapangan. Riedl juga tahu BP bisa menjadi informan penting bagi dirinya agar bisa mengenal pemain nya satu persatu. Dan belakangan pun di ketahui, setelah Riedl di tunjuk untuk menjadi pelatih Timnas Indonesia untuk AFF Cup 2010, BP adalah pemain pertama yang di temui nya karena Riedl tahu BP pemain paling senior dan paling mengenal semua personel Timnas.
Partai kedua Indonesia di lalui dengan lebih mulus dan terkesan mudah karena memang menghadapi tim yang secara kelas dan tradisi selalu mampu kita taklukan. Laos di libas 6-0. Dan setelah partai melawan Laos,publik seolah tersihir dengan muka baru Timnas bernomer punggung 17. Irfan Bachdim menjadi buah bibir bagi semua penikmat sepakbola kala itu terlebih lagi bagi kaum hawa. Selain masih muda dan memiliki wajah yang rupawan, Irfan memang menampilkan permainan yang baik di dua laga awal kala itu. Didikan sekolah sepakbola Ajax Amsterdam di Belanda itu mampu menjadi pembeda permainan Timnas Indonesia dengan kemampuan nya melewati lawan,mencari ruang hingga ketenangan nya mejebol gawang lawan. Irfan Bachdim benar-benar terkenal saat itu meski jika di pikirkan lagi, Bachdim baru melakoni dua partai dengan kualitas lawan yang tidak bisa di bilang bagus untuk menguji kemampuan terbaik seorang pemain hebat.
Lalu partai ketiga melawan jagoan utama Asia Tenggara yaitu Thailand yang juga di latih oleh mantan punggawa tim nasional Inggris, Bryan Robson. Dengan kondisi sudah menang di dua partai awal,Indonesia sudah di pastikan melaju ke babak semifinal. Tapi ada sebuah misi yang di usung para pemain Indonesia ,”memulangkan” Thailand lebih awal. Skenario seperti itu muncul dengan tujuan agar jalan Indonesia untuk menjadi juara bisa semakin lancar dengan gugurnya salah satu tim terkuat. Setelah babak pertama berakhir dengan skor “kacamata”,babak kedua di awali dengan jual beli serangan dengan intensitas yang tinggi. Thailand tak ingin pulang lebih awal,sementara Indonesia ingin lolos dengan nilai sempurna sekaligus menjaga kehormatan sebagai tuan rumah. Seisi GBK sempat terhenyak dan terdiam ketika Thailand mampu mencetak gol dan memimpin 1-0. Saat itu lah intuisi Riedl bekerja. Ia merasa perlu memasukkan pemain senior untuk menghadapi kondisi yang buntu. Berkali-kali menyerang namun gagal,dan hal itu membuat Riedl segera memasukkan satu striker tambahan yaitu Bambang Pamungkas. Dan berkat determinasi tinggi dan keinginan untuk menang yang kuat datanglah peluang untuk menyamakan kedudukan. Indonesia mendapat hadiah penalty akibat pelanggaran terhadap el Locco Gonzales. Tiada nama lain yang muncul untuk mengeksekusi penalty tersebut selain nama sang kapten BP.  Dengan ketenangan dan kematangan nya sebagai pemain berpengalaman,BP mampu menyamakan kedudukan dengan sebuah tendangan penalty yang mengecoh kiper Thailand,Kosin Hatairattanakool. GBK kembali ceria. Seisi stadion seolah hidup lagi. Harapan untuk menang terbuka lebar. Dan lewat sebuah serangan individu dari Arif Suyono,bola sepakan nya membentur telak tangan dari pemain belakang Thailand di kotak penalty nya. Penalti lagi…!!! Dan sama seperti eksekusi yang pertama BP pun kembali mampu menaklukkan Kosin sekaligus membawa Indonesia unggul untuk akhirnya menang dengan skor tipis 2-1…!!! Thailand gugur dan Indonesia lolos dengan nilai sempurna 9 hasil 3 kemenangan.



Tulisan ini bukan untuk menceritakan perjalanan tim Indonesia selanjutnya di turnamen itu. Karena kita semua tahu bahwa untuk kesekian kalinya kita gagal di final meski sejak awal penampilan Indonesia begitu meyakinkan. Kita kembali kandas ketika hasrat untuk juara sudah di depan mata. Dan saya pribadi sama sekali tak menyalahkan Riedl dkk yang sudah bekerja maksimal memoles tim nasional hingga mampu bermain baik dan menghibur. Semua euforia yang hingga kita masih melanda negeri ini juga merupakan salah satu efek dari kehadiran Riedl. Saya ingat betul ketika suatu waktu ia di undang di sebuah acara talkshow, Riedl mendapat satu pertanyaan yang juga sudah lama ingin di tanyakan oleh banyak orang yaitu, “ mengapa anda jarang sekali tersenyum? Bisakah anda tersenyum sekali saja?”  Riedl diam sejenak. Lalu akhirnya menjawab, “ Saya di bayar bukan untuk tersenyum, saya di bayar untuk bekerja dengan baik. Maaf saya gagal mempersembahkan gelar untuk Indonesia.” Jawaban yang di tutup dengan sebuah senyum kecil penuh makna.  Itu pertama kalinya saya pribadi melihat beliau tersenyum dan jawaban Riedl tadi sungguh menggambarkan etos kerja nya yang luar biasa. Ia benar-benar sosok pekerja keras yang menjunjung tinggi kejujuran dan kedisiplinan. Dan tim nasional Indonesia butuh sosok seperti Riedl untuk dapat memajukan persepakbolaan negeri ini. Sosok yang mampu menumbuhkan rasa percaya diri kepada para pemain nya. Sosok yang mampu mengeluarkan semua karakter bertarung ketika sudah berada di lapangan. Saya pun jadi mengerti mengapa M.Nasuha yang pada saat turnamen sempat mengalami cedera kepala tetap memaksakan diri untuk tampil meski harus mengenakan perban. Riedl menanamkan rasa nasionalisme kepada anak asuhnya agar selalu semangat dan bermain dengan mengeluarkan semua kemampuan terbaik yang di miliki.


Maka kini ketika saya melihat dengan mata kepala saya sendiri ketika dimana mana banyak orang dari berbagi kalangan dan usia dengan bangga memakai seragam merah tim nasinal Indonesia, saya merasa inilah salah satu karya peninggalan Riedl yang masih tersisa. Fenomena cinta tim nasional Indonesia kembali bergelora dan salah satu faktornya bersumber dari sesosok pria yang bahkan bukan berasal dari Indonesia. Terima kasih Riedl. Tangan dinginmu mampu memanaskan api cinta sepakboola di negara ini. Dan di akhir tulisan ini saya berharap suatu saat nanti ketika saya dan ribuan penggemar sepakbola lainnya datang ke GBK untuk menyaksikan Indonesia berlaga, saya bisa melihat di sisi lapangan ada sosok Alfred Riedl kembali menjabat sebagai pelatih kepala untuk tim nasional sepakbola Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar