Jumat, 03 Februari 2012

Wasit Juga Manusia


Jumat 3 Februari 2012 sore yang cerah di Stadion Mandala Krida Jogjakarta. Tampak tribun cukup di padati penonton dengan atribut yang beragam. Bukan PSIM, bukan Persiba Bantul, bukan PSS Sleman atau tim lokal dari daerah Jogja lain nya yang akan bertanding sore itu. Akan tergelar pertandingan lanjutan dari kompetisi Liga Super Indonesia antara tim ibukota Persija melawan tim dari kawasan timur yaitu Persiwa Wamena. Partai ini seharusnya menjadi partai home bagi Persija di Jakarta. Namun karena adanya renovasi di markas mereka yaitu Stadion Utama Gelora Bung Karno, maka partai ini pun di gelar di kota Jogja. Jakmania yang merupakan kelompok suporter Persija seperti biasanya melakukan mobilisasi massa demi mendukung tim kesayangan nya. Jarak yang lebih dari 500 km sama sekali tak menjadi penghalang untuk Jakmania datang dan mendukung Persija. Tim lawan yaitu Persiwa Wamena pun di dukung oleh suporter nya yang datang langsung ke Std. Mandala Krida.

Pertandingan berjalan menarik sejak awal karena kedua tim bermain cukup terbuka sehingga tercipta beberapa peluang yang sayangnya belum mampu di konversikan menjadi gol oleh pemain dari kedua tim. Babak pertama pun berakhir dengan skor kacamata 0-0. Selepas turun minum, Persiwa mampu mencuri gol dari Persija melalui Yesayas Desnam memanfaatkan  kemelut di mulut gawang Persija yang bermula melalui sepak pojok. 0-1 Persiwa unggul. Persija yang tertinggal lalu berusaha mencari gol untuk menyamakan kedudukan. Sebuah insiden terjadi di sekitar menit ke 75 ketika wasit Setiyono menghadiahkan penalty bagi Persija setelah pemain belakang Persiwa di nilai handball. Keputusan ini memicu protes keras dari kubu Persiwa yang mengganggap keputusan wasit sangat merugikan. Ketidakpuasan atas kepemimpinan wasit juga di luapkan para suporter Persiwa yang bahkan sampai masuk ke dalam lapangan dan berusaha memburu wasit Setiyono.  Situasi yang sama sekali tidak kondusif itu memaksa pertandingan harus di hentikan dan para pemain di amankan di ruang ganti. Kubu Persiwa termasuk para suporter nya menginginkan pertandingan di lanjutkan dengan syarat wasit Setiyono diganti.

Saya tidak ingin mengomentari keputusan wasit Setiyono.  Saya lebih tertarik mencermati reaksi kubu Persiwa dan para suporter nya yang terbilang jauh dari sportifitas. Mereka mungkin boleh tidak puas dengan kinerja wasit, tapi memprotes secara berlebihan bahkan sampai penonton turun ke lapangan jelas suatu tindakan yang sama sekali tidak dapat di benarkan. Bagaimana pun juga wasit adalah sosok netral terdekat dengan kejadian apapun yang terjadi di lapangan. Segala keputusan wasit adalah keputusan yang mutlak dan suka atau tidak harus di terima oleh kedua belah pihak yang bertanding. Kita sebagai penonton memang bisa menilai keputusan wasit adil atau tidaknya karena adanya tayangan ulang atau atas dasar emosi semata. Sedangkan wasit di lapangan yang terus bergerak sama sekali tidak mempunyai cukup waktu untuk melihat tayangan ulang. Wasit di lapangan mengambil keputusan berdasarkan apa yang di lihat dan di yakini nya. Di tengah ketatnya suatu pertandingan wasit masih di tuntut untuk bisa memutuskan suatu kejadian yang berlangsung sangat cepat dan itu bukanlah tugas yang mudah. Para pendukung Persiwa seolah lupa bahwa sebelum pertandingan di mulai ada bendera fair play yang terlebih dahulu masuk ke dalam lapangan yang menandakan bahwa kedua tim yang keluar selanjutnya dan akan bertanding harus tunduk pada dasar-dasar sportifitas. Kedewasaan suporter sangat di butuhkan agar suatu pertandingan bisa berjalan dengan baik. Apapun keputusan wasit baik itu menguntungkan ataupun merugikan harus bisa di terima dengan lapang dada karena bagaimanapun wasit hanyalah seorang manusia biasa yang tak luput dari salah. Dan tuntutan dari para pendukung Persiwa agar wasit Setiyono diganti adalah sebuah permintaan konyol yang sama sekali tidak sesuai dengan aturan yang ada. Seorang wasit hanya bisa di ganti apabila mengalami cedera yang membuatnya tidak mampu memimpin pertandingan. Andres Frisk pernah di ganti oleh wasit cadangan ketika ia terkena lemparan koin penonton yang membuat kepalanya terluka di sebuah pertandingan Liga Champions beberapa tahun lalu. Dan sore itu di Std. Mandala Krida wasit utama Setiyono masih sangat sehat sehingga mustahil untuk di ganti dengan alasan apapun.

Mari kita cermati di belahan dunia lainnya yang juga memainkan sepakbola dengan aturan dan wasit yang juga manusia biasa. 2010 lalu di salah satu partai Piala Dunia di Afrika Selatan antara Jerman vs Inggris terjadi sebuah kontroversi dimana kala itu tendangan Frank Lampard yang mengenai mistar gawang memantul dan jatuh  ke tanah tepat di belakang garis gawang yang berarti gol. Tapi wasit utama waktu itu yaitu Jorge Larrionda asal Uruguay bergeming dan tidak mengesahkan gol tersebut. Apakah para hooligan yang kala itu datang langsung ke stadion masuk ke lapangan dan memburu Larrionda??? Tidak. Hooligan yang tepat berada di belakang gawang dari Jerman pasti melihat jelas kejadian tersebut. Saat itu pasti hooligan yang ada di dalam stadion merasa kecewa,kesal dan sangat di rugikan dengan keputusan Larrionda. Tapi mereka tetap mampu berfikir secara dewasa bahwa wasit pun tak selalu mengambil keputusan dengan tepat karena setiap kejadian yang berlangsung di atas lapangan begitu cepat. Hooligan tidak serta merta turun ke dalam lapangan dan meminta Larrionda di ganti. Hooligan yang selama ini terkenal karena kebrutalan nya ternyata mampu meredam emosi karena mereka percaya kepada pengadil di lapangan. Toh apabila wasit memang melakukan kesalahan yang fatal, tentu ada penyelidikan dan apabila terbukti melakukan kesalahan sang wasit akan di jatuhi hukuman sesuai kesalahan nya.

Ketidakpuasaan akan kinerja wasit pasti terjadi di semua pertandingan atau kompetisi sepakbola dunia. Namun, keputusan kontroversial dari seorang wasit justru menjadi pelengkap dan pemanis dari olahraga ini. Sepakbola jauh lebih enak di saksikan jika di setiap menit jalan nya laga menyimpan hal-hal misterius penuh intrik yang kadang menguntungkan atau malah merugikan bagi tim yang bertanding. Sekarang, tinggal bagaimana kita sebagai penonton bisa menahan diri, berfikir dewasa dan tidak mengikuti emosi semata karena sepakbola bukanlah sebuah kisah telenovela yang mudah di tebak alur ceritanya.  Dalam menanggapi keputusan seorang wasit apapun itu, kita harus sadar bahwa kita tidak berada di atas lapangan. Kita mungkin bisa menilai suatu kejadian yang terjadi di atas lapangan, tapi hal itu pun membutuhkan tayangan ulang yang sudah di perlambat sementara yang terjadi di atas lapangan dan di hadapan wasit adalah sebuah kejadian cepat yang memaksa sang wasit mengambil keputusan yang terkadang di anggap menguntungkan atau malah di anggap merugikan. Mark Clattenberg wasit Premier League pernah berujar, “ ketika saya datang ke stadion sebagai seorang penonton, saya pun terkadang mengumpat dan tidak menerima keputusan wasit yang bertugas. Tetapi jika anda berada di atas lapangan sebagai seorang wasit, anda akan merasakan sulitnya menjadi adil ketika seisi stadion mengumpat anda.”

Semoga kejadian di Mandala Krida bisa menjadi pelajaran untuk semua elemen suporter di Indonesia agar ke depan nya tidak ada insiden memprotes wasit hingga turun ke lapangan. Rasa tidak puas, kecewa atau merasa di rugikan atas keputusan wasit adalah hal yang sangat wajar, tapi masuk ke lapangan hingga menghentikan pertandingan bukanlah cara benar. Biarlah wasit menjalankan tugasnya sebagai seorang pengadil di atas lapangan, dan kita sebagai suporter  mendukung tim yang kita cinta dari pinggir lapangan dan dengan cara yang elegan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar