Rabu, 22 Mei 2013

JZ4 ( belum ) Pensiun...






Sebagai pembuka, saya ingin menegaskan satu hal, saya bukan Manchunian. Saya juga bukan satu dari sekian banyak member Red Army yang tersebar di seluruh dunia. Saya juga kebetulan sampai saat tulisan ini di ketik belum kesampaian untuk memiliki salah satu jersey kebanggaan milik Manchester United yang jika saya memang harus miliki, maka jersey itu harus bertuliskan Paul Scholes.

Tapi tanpa bermaksud lebay, saya termasuk dari sekian banyak orang yang bersedih ketika mendengar keputusan bahwa Sir Alex Ferguson akan berhenti melatih klub yang di pegang nya selama 26 tahun terakhir ini. Saya secara tidak sadar merinding sekaligus tercengang ketika melihat Fergie masuk ke lapangan sesaat setelah partai Mu vs Swansea berakhir. Fergie masuk ke tengah lapangan yang mungkin setiap inchi nya ia kenali dengan dekorasi guard of honour yang sungguh menggetarkan. Saat itu semua orang bertepuk tangan, tak sedikit yang menyeka air mata yang mungkin sudah bercampur dengan air muka. 26 tahun jelas bukan rentang waktu yang sebentar untuk seorang pria yang bahkan bukan berasal dari Inggris namun sangat sukses menjadikan sebuah klub asal Inggris menjadi begitu di takuti sekaligus di gemari. Dan saat itu, saya sepakat melabeli hari pensiun nya Sir Alex Ferguson adalah hari berkabung bagi sepakbbola dunia.

Melihat bagaimana rekasi para penggila setan merah Manchester United atas pensiun nya Sir Alex Ferguson, saya secara tidak langsung seolah di berikan gambaran bagaimana rasanya dan akan menjadi seperti apa suasana nya jika hari pensiun nya seorang Javier Adelmar Zanetti tiba. Ya, nama latin yang baru anda baca barusan adalah nama seorang pemain yang sudah memasuki usia 40 tahun dan masih bermain sekaligus menjabat kapten di timnya, Inter. Membayangkan hari pensiun JZ4 tiba saja saya sudah bergidik ngeri apalagi jika hari itu benar-benar sudah tiba.


Saya seorang pria namun saya bisa pastikan saya akan menitikan air mata bila nanti JZ4 selesai melakoni partai terakhir nya bersama Inter. Saya dan puluhan bahkan ratusan Interisti di lokasi nonbar nanti pasti akan berdiri rapuh sambil terus meneriakkan “Un capitano, ce’ solo un capitano.” Guncangan jiwa kehilangan sosok teladan macam Javier Zanetti mungkin akan jauh lebih dahsyat ketimbang guncangan orgasme seusai  bercinta di sertai foreplay yang menggelora. Ah, rasanya tak siap jika JZ4 pensiun, tapi waktu tidak pernah berdetak ke kiri dan menurun nya kualitas JZ4 di usia ke 40 jelas tak akan bisa di pungkiri.

Segala macam prestasi tim atau pribadi yang pernah di raih JZ4 tak akan saya bahas tuntas di sini. Saya pribadi memandang sosok JZ4 adalah pemain yang memang haus akan gelar, namun lebih daripada itu JZ4 adalah sosok pemain yang hanya ingin terus bermain, tak peduli ia akan di tempatkan di posisi apa. JZ4 mencintai sepakbola bukan karena apa yang akan ia raih, namun ia mencintai sepakbola dengan apa yang ia bisa berikan. Tak heran jika ia tidak meradang atau protes ketika Mourinho di medio 2008-2010 menggeser posisi nya lebih ke tengah saat Maicon menjadi andalan Mou untuk mengisi pos bek sayap kanan. Dengan kebiasaan Opa Moratti yang loyal dan saat itu sepenuhnya mendukung Mourinho demi ambisi menjuarai UCL, tentu tidak sulit bagi Inter dan Mourinho untuk mendatangkan gelandang nomor wahid untuk mengisi lini tengah Inter. Namun, opsi mendatangkan gelandang mumpuni  yang sempat ramai di beritakan media kala itu akhirnya hanya menjadi gosip sampah karena saat itu Mourinho punya JZ4 di tim nya yang sanggup mengisi pos tersebut dengan baik. Ketika posisi asli JZ4 di isi pemain lain yang saat itu sedang on fire, ia lebih memilih menjalani tugas baru nya sebaik mungkin sebagai gelandang ketimbang duduk manis seraya mengunyah permen karet di bangku cadangan.


27 April 2013 lalu kala Inter menjalani laga tandang melawan Palermo, JZ4 bertemu musuh bersama para pesepakbola professional. JZ4 cedera. Cedera yang harus memaksa nya menepi dan sementara menghentikan rekening jumlah bermain nya bersama Inter. Dokter memperkirakan dalam 8 bulan sejak hari naas itu, JZ4 tidak akan di perbolehkan melakukan satu halJ yang sangat ia cintai. Lalu muncul sebuah pertanyaan klasik, “ Inikah waktu nya bagi Javier Zanetti pensiun???”. Saya sendiri tidak punya jawaban pasti untuk pertanyaan tersebut. Jawaban saya bersayap, bahkan mungkin akan terdengar sok bijak meski saya tak sebotak Mario Teguh. Apapun yang akan terjadi pada karier Javier Zanetti setelah cedera itu, saya hanya akan bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan di berikan kesempatan menyaksikan karier hebat seorang Javier Zanetti.  Saya bersyukur di beri teladan nyata tentang kesetiaan seorang pemain terhadap klub yang ia cinta serta kesetiaan nya terhadap model rambut yang ia pilih. Jika anda masih meragukan kadar kesetiaan seorang Javier Zanetti, silahkan bertanya pada Nyonya Paula De La Fuente yang sudah memberi nya 3 jagoan hasil karya ranjang Zanetti, Sol, Ignacio dan Tomas.
J


Sebagai penutup, saya ingin mencantumkan kutipan kalimat yang luar biasa dari seorang Javier Zanetti
“ it was the first team to open the doors of European football. I was very young when I came here and I think not many teams could have had so much faith and patience with a boy in his early 20s from the very first day like Inter did with me. I will always be grateful for that. For some reason, I HAVE ALWAYS FELT AT HOME HERE AT INTER AND THIS IS WHY I HAVE NEVER THOUGHT OF LEAVING.”





Note : Penulis adalah seorang Interisti yang lahir tepat 16 tahun setelah lahirnya Javier Zanetti, suatu kebetulan yang membanggakan… Hahaha.