Minggu, 20 Mei 2012

Rising Star Parade


Ingatlah dengan baik wajah dan nama-nama pemain muda penuh bakat yang akan tercantum di tulisan kali ini. Karena mungkin saja suatu hari nanti salah satu dari ke 5 pemain ini akan ramai menjadi headline di berbagai surat kabar dunia karena kemampuan mereka mengolah si kulit bundar. Ajang Euro pertengahan tahun ini bisa menjadi awal dari kemunculan mereka sehingga nantinya kita bisa menyaksikan bintang-bintang baru yang tentunya membuat olahraga ini semakin menarik untuk di nikmati.


1.    Luuk De Jong. 21 tahun (Striker Fc Twente. Belanda.)

Kurang konsisten nya permainan Klaas Jan Huntelaar membuat pelatih Bert Van Marwijk memanggil pemain muda ini dan terbukti pilhan Marwijk tidaklah salah. Ia tipikal pemain dengan naluri gol tinggi dan di bekali dengan kemampuan sprint yang tergolong baik.  Saat di mainkan selama 22 menit ketika Belanda menghadapi Finlandia, ia mampu mencetak gol dan bermain baik sebagai striker pemecah konsentrasi lawan. Dalam 18 bulan terkahir, ia sudah mencetak 22 gol dari 49 pertandingan bagi Fc Twente. Sebuah catatan yang cukup baik mengingat usia nya baru menginjak 21 tahun.

2.     Christian Eriksen. 19 tahun (Gelandang Ajax. Denmark.)

Pemain ini adalah pemain termuda di gelaran Piala Dunia 2010 lalu. Ia pemain yang sering di bandingkan dengan senior nya di era yang lalu yaitu Michael Laundrup. Olah bola nya memukau. Passing nya pun akurat. Ia tipikal playmaker modern. Rajin bergerak dan tak jarang menusuk masuk ke kotak penalti lawan. Seorang Johan Cruyff pun memuji nya dan menjuluki nya “Xavi” di tim Ajax. Ia di yakini akan menjadi pemain kunci bagi Denmark di Euro kali ini. Bila nanti nya di Euro kali ini ia gagal bersinar, masih panjang jalan karier dari pemain yang bernomor punggung 8 di Timnas Denmark ini.


3.    Jordi Alba. 22 tahun (Bek Kiri Valencia.Spanyol)

Saat menguasai Eropa dan dunia dengan tiki-taka nya, hanya ada satu posisi yang kurang solid di Timnas Spanyol yaitu posisi bek kiri. Memang ada nama Juan Capdevila di sana, tapi usia yang sudah menginjak kepala tiga lebih tentu sangat riskan jika Spanyol tetap ingin melanjutkan dominasi mereka di kancah internasional. Beruntung, Del Bosque pada 2011 menemukan pemain ini. Alba adalah pemain dinamis dan multifungsi dengan mampu bermain di segala posisi sebelah kiri.  Ia berlatih di La Masia milik Barca hingga kemudian di lepas dan bergabung dengan Valencia sejak umur 16 tahun. Ia berkembang dengan baik di Valencia yang akhirnya membuka pintu Tim Nasional yang kebetulan butuh regenerasi di posisi bek kiri. Ia punya daya jelajah dan visi bermain yang baik. Umpan pendek maupun lambung nya pun cukup bisa di andalkan. Ia bisa menjadi jawaban atas kurang solidnya posisi bek kiri yang sering melanda timnas Spanyol.



4.    Sotiris Ninis. 21 tahun (Gelandang Serang Panathinaikos. Yunani)

Agak mengherankan memang jika kita menyebut akan mucul bintang besar dari negara kecil seperti Yunani. Tapi jika anda sudah melihat aksi pemain ini maka pendapat anda di atas perlu anda revisi. Ia sebenarnya sudah bermain di Piala Dunia 2010 lalu meski kurang memuaskan. Maka tak heran jika pagelaran Euro nanti bisa menjadi ajang pembuktian untuk menjawab semua keraguan sekaligus ekspektasi public sepakbola Eropa akan kemampuan nya. Sebagai playmaker, Ninis terlihat lebih handal dan elegan ketimbang Karagounis yang merupakan kompatriotnya di tim nasional. Satu kelebihan nya yang menonjol adalah kemampuan nya melepaskan tembakan jarak jauh yang sangat mematikan. Jangan heran jika di Euro nanti ia akan memunculkan kelebihan nya itu sehingga menciptakan gol-gol spektakuler bagi Yunani.



5.    Kevin Strootman. 21 tahun (Gelandang PSV Eindhoven. Belanda)

Tak ada yang mengenal namanya sebelum ia berlabuh di PSV Eindhoven. Tapi grafik permainan nya yang semakin membaik membuat namanya mencuat dan di sebut-sebut sebagai pengganti paling pas bagi Mark Van Bommell yang semakin tua. Di babak kualifikasi Euro ia bahkan sudah turun sebanyak lima kali dan menghasilkan dua assist serta satu gol cantik ketika melawan Finlandia. Ia gelandang bertahan yang mampu menguasai area vital lini tengah dengan baik. Peran nya terlihat seperti Sergio Busquets di Barca. Ia memang bukan tipikal seniman di lapangan tapi pemain yang bertipikal tekun dan mempunya visi membaca permainan lawan dengan baik. Satu hal lagi, permainan nya tidak sekotor Nigel De Jong sehingga ia pun menjadi salah satu pemain kesukaan Bert Van Marwijk.




Sabtu, 05 Mei 2012

Mendung di Catalunya


Dua hari pasca gagalnya Barcelona berangkat ke Munich untuk menjalani laga final Liga Champions musim 2011-2012, atau lebih tepatnya setelah tersingkir oleh Chelsea di babak semifinal, kota Catalunya di gelayuti awan mendung dan suasana yang tidak bisa di bilang kondusif. Publik sepakbola di sana masih terluka oleh kekalahan dari rival abadi mereka Real Madrid di el clasico edisi 250. Lalu selang 3 hari kemudian giliran pasukan The Blues dari London yang memupus harapan mereka menjadi juara bertahan di ajang tertinggi antar klub di benua biru. Blaugrana memang tidak kalah dari Chelsea di Camp Nou, tapi hasil 2-2 yang mereka raih sama sekali tak mampu membuat mereka berangkat ke Munich karena di leg pertama mereka kalah tipis 0-1. Dan seperti yang terjadi di tim sepakbola manapun di seluruh dunia, ketika sebuah tim mengalami rentetan hasil negative, maka sosok pertama yang di kambing hitamkan adalah sang pelatih. Dalam hal ini Joseph Guardiola berada di posisi tersudut atas hasil yang sebenarnya di luar prediksi para pengamat sepakbola. Kalah atau menang dalam duel panas el clasico memang hal yang tergolong biasa, tapi jika kekalahan itu berakibat pada pupusnya harapan mereka meraih gelar La Liga, tentu fans Barca sangat kecewa. Fans fanatik Barca di Catalunya masih memegang teguh idiom klasik berbunyi, “ bolehlah kalah oleh tim manapun, tapi tidak kalah dari Madrid apalagi jika itu di Camp Nou”. Maka ketika Alberto Undiano Mallenco sang pengadil di el clasico meniup peluit panjang tanda pertandingan berakhir, tidak sedikit fans Barca mencemooh Pep dan meneriakkan suara tidak puas atas kinerja Pep malam itu. Mereka masih tak percaya tim kesayangan mereka di permalukan pasukan Mourinho yang dulu sempat menjadi bulan-bulanan mereka dengan skor mencolok 5-0.  Kekalahan dengan skor tipis yang justru menjadi sangat menyakitkan karena berimbas kepada perburuan mereka menuju singgasana La Liga.

 

Tidak berselang lama, pasukan Pep di hadapkan pada partai penting lain nya, semifinal leg kedua Liga Champions. Barca butuh kemenangan dengan margin 2 gol agar mampu menyisihkan Chelsea dari turnamen yang belum pernah mereka menangkan. Nyaris 70-80% penggemar sepakbola di seluruh dunia meyakini bahwa pasukan Blaugrana akan mampu mengalahkan pasukan caretaker Roberto Di Matteo yang ketika menjadi pemain sempat merasakan pahitnya bermain di Camp Nou karena tim yang ia bela kalah telak 1-5. Seperti yang sudah di duga, sejak awal Barca langsung mengambil inisiatif serangan dan menggempur lini pertahanan Chelsea. Dan sebagai tim tamu yang hanya butuh hasil imbang, Chelsea pun menerapkan strategi bertahan total yang oleh para pengamat seperti memarkir bus bahkan pesawat di wilayah pertahanan nya  agar Barca tak mampu menciptakan peluang emas yang bisa berbuah gol. Banyak pihak yang mengkritik bahkan mencibir pola yang di terapkan Di Matteo malam itu, tapi ketika anda menghadapi salah tu tim terbaik di dunia yang butuh banyak gol maka tak ada cara lain yang bisa tim anda lakukan selain bertahan total. Hanya pelatih bodoh yang meladeni permainan Barca dengan permainan terbuka. Dan Di Matteo tentu belajar dari Mourinho ataupun pelatih lain yang mampu setidaknya meredam agresivitas Barca. Penguasaan bola yang jomplang antara Barca dan Chelsea hanya tinggal soal statistik belaka karena pada akhirnya Chelsea mampu mencetak 2 gol away dan gilanya itu terjadi dalam kondisi Chelsea bermain dengan 10 pemain saja…!!! Sungguh malam yang tidak menyenangkan bagi Pep. Ketika ia butuh kemenangan untuk kemudian lolos ke final, Pep justru seperti mendapat tamparan kedua nya dalam sepekan. Kekecewaan public Catalan atas hasil el clasico yang sebelumnya belum benar-benar sembuh, justru semakin mendalam karena kegagalan lolos ke final malam itu. Jumlah passing antar pemain yang mencapai angka 550 lebih tak mampu merubah fakta papan skor bahwa hasil imbang lah yang mereka dapatkan. Dan Pep Guardiola tahu bahwa semua pola dan strategi yang ia terapkan untuk Barca sejak kedatangan nya di 2008 tak lagi ampuh untuk membongkar pola pertahanan super defensive yang di terapkan Chelsea.

 

Dan saat yang paling di takutkan sekaligus paling di nantikan itu pun tiba. Bertempat di ruang media stadion Camp  Nou, Barcelona mengadakan jumpa pers untuk menjawab sekaligus mengklarifikasi segala isu-isu yang mengatakan bahwa Guardiola akan lengser dari kursi kepelatihan nya karena gagal memenuhi ekspektasi publik. Dan benar saja, secara resmi Sandro Rosell selaku presiden El Barca mengumumkan bahwa Joseph Guardiola tak lagi menangani Blaugrana di musim mendatang. Nama Tito Villanova muncul sebagai  entrenador anyar Barca di musim 2012-2013. Tito sendiri bukanlah nama yang asing bagi Barca, karena selama ini pun ia adalah asisten pelatih dari Guardiola. Dan Tito pula lah orang yang menjadi korban aksi kejahilan tangan Jose Mourinho di duel el clasico 2010-2011.

 

Dari rentetan kejadian yang berujung pada mundurnya Guardiola, entah mengapa saya jadi teringat sebuah kutipan dari buku biografi Zlatan Ibrahimovic yang berjudul “ I Am Zlatan”. Pada satu bab Ibrahimovic berujar “Saya meninggalkan tim terbaik dunia, tapi ada satu orang di sana yang punya masalah dengan saya. Ia bukan laki-laki karena tak memberi tahu saya apa masalahnya. Namun tanpa mengetahui apa masalahnya, biar saya yang bersikap jantan dan angkat kaki.” Kata “ia” yang di maksud Ibrahimovic tidak lain dan tidak bukan adalah Pep Guardiola. Ibra memang pergi dari Barca bukan karena performa nya yang buruk tapi karena ia terlibat masalah dengan Pep. Jika kita menyimak sepak terjang Pep dan juga mendalami ucapan Ibra tadi, kita bisa menarik satu benang merah bahwa Guardiola adalah pelatih hebat dengan segala hal yang di milikinya, tapi Guardiola juga memiliki sisi lain yang cenderung negative yaitu ia sangat introvert bahkan terhadap anak asuhnya sendiri. Ia bisa terlihat begitu akrab dengan Messi, Xavi atau Iniesta. Tapi di waktu yang lain, kita tidak pernah melihat keakraban Pep dengan Yaya Toure, Maxwell atau Alexander Hleb. Dan ketiga pemain yang saya sebutkan tadi sudah meninggalkan Barcelona meskipun masih memiliki kualitas yang layak untuk bermain di Camp Nou. Dari dua rentetan hasil negative yang di dapat Barca dan berujung gagalnya mereka meraih gelar yang mereka incar sejak awal musim, terlihat bahwa Barca tidak memiliki skuad yang cukup dalam untuk bertarung di berbagai ajang dengan level tinggi. Pep jelas berjudi besar ketika menurunkan Tello dan Thiago di el clasico. Ia juga terlihat memaksakan memainkan Cuenca kala menghadapi Chelsea dengan maksud tampil lebih menyerang tapi justru menjadi boomerang karena komposisi itu menimbulkan lubang menganga di lini tengah yang akhirnya mampu di manfaatkan Chelsea lewat serangan balik cepat dan efektif. Yaya Toure kini menjadi bagian penting dalam kemajuan Manchester City, dan saya jadi membayangkan jika saja ada sosok berkualitas seperti Yaya Toure di skuad Guardiola mungkin Barca tak hanya sekedar mendominasi pertandingan tapi juga mampu mengahabisi lawan dengan kekuatan di lini tengah.

 

Muncul sebuah pertanyaan yang menggelitik pikiran saya, mundurnya Guardiola sebagai pelatih Barca itu bentuk jiwa ksatria atau malah bentuk ketakutan Guardiola akan tekanan super besar yang bakal ia terima jika tetap bertahan sebagai pelatih di sana…??? Hanya Guardiola yang tahu jawaban pastinya. Yang jelas bagi saya pribadi Guardiola mundur karena ia sadar ia telah gagal memenuhi ekspektasi tinggi public sepakbola Catalunya pada khususnya dan public sepakbola dunia pada umumnya. Atau Guardiola mundur bisa saja karena ia memang bukan sosok yang  kuat menghadapi tekanan dan ucapan Ibra ada benarnya jika Guardiola itu pengecut dan tak cukup kuat untuk bersikap jantan sebagai pelaku sepakbola.